Kedatangan leluhur suku Tionghoa (yang berasal dari negera
China) untuk bermigrasi ke Indonesia terjadi pada ratusan bahkan ribuan tahun
yang lalu (utamanya pada abad ke 16-19). Mereka datang ke Indonesia dengan
tujuan awal untuk berdagang (dalam perniagaan). Ramainya interaksi perdagangan
di daerah pesisir tenggara China, menyebabkan banyak orang yang tinggal di
daerah pesisir China ingin ikut berlayar untuk berdagang. Tujuan utama mereka
saat itu adalah Asia Tenggara, karena kegiatan pelayaran sangat tergantung pada
angin musim. Setiap tahunnya para pedagang akan bermukim di wilayah-wilayah
yang mereka singgahi.
Salah satu wilayah yang mereka singgahi di Asia Tenggara adalah Indonesia (yang pada waktu itu masih era kolonial Belanda). Demikian seterusnya ada pedagang yang memutuskan untuk menetap dan menikahi wanita setempat, ada pula pedagang yang kembali ke China untuk terus berdagang. Lama-kelamaan, mereka yang tinggal membaur dengan masyarakat asli Indonesia, dan akhirnya terjadi asimilasi serta akulturasi budaya. Sejak negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Salah satu wilayah yang mereka singgahi di Asia Tenggara adalah Indonesia (yang pada waktu itu masih era kolonial Belanda). Demikian seterusnya ada pedagang yang memutuskan untuk menetap dan menikahi wanita setempat, ada pula pedagang yang kembali ke China untuk terus berdagang. Lama-kelamaan, mereka yang tinggal membaur dengan masyarakat asli Indonesia, dan akhirnya terjadi asimilasi serta akulturasi budaya. Sejak negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Para pendatang suku bangsa Tionghoa ini biasanya menyebut
dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkian), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin
(Hakka). Dalam bahasa Mandarin mereka disebut Huaren (Hanzi Tradisional: 華人). Orang-orang Tionghoa di Indonesia
umumnya berasal dari bagian Tenggara China (sekarang propinsi Fujian,
Guangdong, Hainan, dan sekitarnya). Tidak ada info yang jelas mengenai berapa
jumlah masyarakat (yang mengaku) keturunan Tionghoa di Indonesia; tapi diperkirakan
berjumlah 4-5% dari total penduduk Indonesia yang ada. Berikut sedikit gambaran
mengenai suku-suku orang Tionghoa yang ada di Indonesia :
1. Hokkian
Orang Hokkian (Hanzi: 福建人, pinyin: fujian ren) adalah penduduk yang berasal dari
provinsi Fujian yang terletak di bagian tenggara-selatan China. Banyak orang
Hokkian menjadi perantau dan tinggal di berbagai negara, terutama di Asia
Tenggara. Orang Hokkian juga dikenal dengan sebutan orang Minnan (閩南) atau orang Hok-lo (福佬). Suku Hokkian merupakan salah satu
mayoritas populasi orang Tionghoa di Indonesia.
Bahasa Hokkian (Hanzi 闽南语, pinyin minnan yu) yang dikenal sebenarnya adalah dialek
Minnan Selatan (Min-nan) yang merupakan bagian dari bahasa Han. Dialek ini
terutama digunakan secara luas di provinsi Fujian (Hokkian), Taiwan, bagian
utara propinsi Guangdong, dan di Asia Tenggara, di mana konsentrasi Tionghoa
perantauan adalah mayoritas berasal dari provinsi Fujian. Jumlah penutur bahasa
Hokkian sendiri diperkirakan berjumlah 50 juta orang di seluruh dunia
Orang Hokkien di Indonesia sendiri terkonsentrasi di daerah
Sumatera Utara, Riau (Pekan Baru), Sumatera Barat (Padang), Jambi, Sumatera
Selatan (Palembang), Bengkulu, Jawa, Bali, Kalimantan (Banjarmasin, Kutai),
Sulawesi (Makassar, Kendari, Manado) dan Ambon.
2. Hakka
Orang Hakka (Hanzi 客家, pinyin ke jia) adalah salah satu kelompok Tionghoa Han
yang terbesar di China. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Hakka (Hanzi 客家話, pinyin ke jia hua), atau di
Indonesia umumnya dikenal dengan bahasa Khek. Bahasa yang dituturkan oleh orang
Hakka ini merupakan suku Han yang tersebar di kawasan pegunungan provinsi
Guangdong, Fujian dan Guangxi di Tiongkok. Masing-masing daerah ini juga
memiliki khas dialek Hakka yang berbeda tergantung provinsi dan juga bagian
gunung sebelah mana mereka tinggal. Bahasa Hakka/Khek juga merupakan salah satu
dari tujuh bahasa utama di Republik Rakyat Tiongkok saat ini.
Walau saling terpisah-pisah, para penutur Bahasa Hakka yang berbeda
logat dan dialek dapat berbicara satu sama lain. Kemana pun mereka pindah,
orang Hakka masih mempertahankan kebudayaan, terutama bahasa. Bahasa Hakka
memiliki kekerabatan yang lebih dekat dengan Bahasa Mandarin daripada bahasa
Tionghoa lain. Maka ini, walaupun orang Hakka telah pindah dan menetap di
berbagai daerah lain di Tiongkok, mereka masih mempertahakan bahasa dan
kebudayaan dikarenakan kebiasaan berpindah dalam kelompok besar dan menetap
bersama di tempat baru. Jumlah orang Hakka sendiri diperkirakan berjumlah 30-45
juta orang di seluruh dunia.
Di Tiongkok selatan, orang Hakka merupakan pendatang
terakhir di tanah orang lain dan seringkali harus bertahan hidup di tanah yang
tidak subur. Mereka dianggap rendah karena sebagian besar tidak mempunyai
tanah, miskin, serta dianggap kurang beradab. Karena adanya penolakan dari
kelompok Han lain inilah sehingga membentuk sifat mereka yang ulet, berani,
gigih dan tabah. Konflik dengan penduduk asli menyebabkan mereka menjadi
komunitas yang memiliki solidaritas tinggi dan saling berhubungan erat. Kaum
pria memiliki tugas berat di luar rumah, sementara wanita bekerja keras
mengurus rumah dan ladang. Konflik yang terus-menerus dengan penduduk asli
menyebabkan orang Hakka berani mengambil resiko untuk keluar dari tempat asal
dan berimigirasi ke berbagai tempat di Tiongkok dan luar negeri.
Orang Hakka di Indonesia sendiri terkonsentrasi di daerah
Jakarta, Aceh, Sumatera Utara, Batam, Sumatera Selatan (Palembang),
Bangka-Belitung, Lampung, Jawa, Kalimantan (Pontianak, Banjarmasin), Sulawesi
Selatan (Makasar), Sulawesi Utara (Manado), Ambon dan Jayapura.
3. Kanton
Orang Kanton adalah penduduk yang berasal dari Guangzhou
(Hanzi 广州, pinyin
Guangzhou). Guangzhou sendiri adalah ibukota dari Propinsi Guangdong dan merupakan
kota terbesar di China bagian selatan. Penduduknya banyak yang berpendidikan
tinggi, serta terkenal dengan teknik pengobatan tradisionalnya yang mujarab.
Bahasa Kanton (kantonis) atau Yuè (Hanzi 广东话, pinyin guangdong hua) di Indonesia sering disebut bahasa
Konghu adalah salah satu dari dialek bahasa Tionghoa yang dituturkan di daerah
barat daya China (Guangdong), Hong Kong, Makau, dan masyarakat keturunan
Tionghoa di Asia Tenggara. Bahasa Kanton dituturkan oleh hampir 70 juta orang
di seluruh dunia. Menurut penelitian dari ahli bahasa Han di China, dialek
Kanton merupakan salah satu dialek bahasa Han tertua yang masih tersisa
sekarang ini. Dialek Kanton dulunya digunakan secara luas pada zaman Dinasti
Tang.
Orang Kanton di Indonesia sendiri
terkonsentrasi di daerah Jakarta, Medan, Makassar dan Manado.
4. Tiochiu
Bahasa Tiochiu atau (Hanzi 潮州, pinyin Chaozhou) adalah sebuah dialek bahasa yang termasuk
rumpun bahasa bahasa Sino-Tibet. Dialek ini mirip dengan bahasa Hokkian, karena
itu penutur kedua bahasa dapat cukup mengerti kedua bahasa ini meski tidak
seluruhnya. Bahasa Tiochiu boleh dikatakan adalah dialek Hokkian yang
dipengaruhi oleh dialek Kantonis dikarenakan letak geografisnya yang berada di
utara provinsi Guangdong dekat perbatasan dengan provinsi Fujian. Jumlah
penurur bahasa Tiochiu diperkirakan berjumlah 10-15 juta orang yang tersebar di
seluruh dunia. Orang-orang Tiochiu di Indonesia sendiri berasal dari berbagai
kota di Provinsi Guangdong, antara lain Jieyang, Chaozhou, dan Shantou. Daerah
asal orang Tiochiu biasa disebut sebagai Chaoshan, gabungan dari kata Chaozhou
dan Shantou.
Orang Tiochiu di Indonesia sendiri terkonsentrasi di daerah
Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan
Barat (Pontianak, Ketapang).
5. Hainan
Hainan (Hanzi 海南, pinyin hainan) adalah sebuah propinsi yang berbentuk
kepulauan kecil yang terletak di paling selatan China (wilayah Laut China
Selatan). Nama “Hainan” atau di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan
“Hailam”, mengacu pada pulau Hainan (海南岛, pinyin hainan dao), pulau utama dari provinsi tersebut.
Pulau ini menjadi tujuan wisata utama oleh para turis lokal mau mancanegara
karena keindahan laut dan pantainya. Selama berabad-abad yang lalu, pulau
Hainan adalah bagian dari Provinsi Guangdong, namun pada tahun 1988 pulau ini
menjadi Provinsi yang berdiri sendiri dengan ibukotanya adalah Haikou.
Bahasa/dialek yang digunakan oleh orang Hainan (Hailam) adalah dialek Hainan
(Hanzi 海南话,
pinyin: Hainan hua). Jumlah penutur bahasa Hainan sendiri diperkirakan
berjumlah sekitar 1,5 juta orang yang tersebar di seluruh dunia.
Orang Hainan di Indonesia sendiri
terkonsentrasi di daerah Pekanbaru, Batam, dan Manado.
See more at:
http://www.tionghoa.info
No comments:
Post a Comment