Wednesday, January 10, 2018

Cerita humor dalam bahasa mandarin

Cerita humor dalam bahasa mandarin

 
Di Taipei, seorang pengendara motor kehabisan bensin di jalan.
Setelah berjalan jauh dan berkeringat, dia pun menuntun motornya
masuk ke sebuah SPBU yang sepi.

Petugas SPBU yang sedang bengong dari jauh melihat pengendara motor
itu masuk ke halaman SPBU-nya. Pengendara motor pun berteriak dari
jauh, "Xiansheng, bang wo jiayou!" (artinya: Tuan, tolong bantu saya
isi bensin).

Petugas itu pun terhenyak dan lalu berteriak, "O, hao! Jiayou,
jiayou!!" (Oh, baik, Ayo, ayo semangat)

p.s.
Dalam Mandarin, "jiayou" punya 2 arti:
1. Mengisi bensin
2. Ayo semangat!

Tulisan dan nadanya pun sama persis.

-------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------

Ada kisah seorang Cina dengan seorang Jepang yang saling tak mengerti
bahasa mereka masing-masing pergi ke restoran makan bersama.

Dengan bahasa Inggris seadanya mereka saling menyetujui makanan yang
dipesan dan ketika makanan datang mereka mulai makan.

Setiap kali orang Cina tersebut mengangkat gelasnya, ia berkata kepada
kawan Jepangnya, "Gan bei!" (baca: kan pei!; artinya: "bersulang!")

Orang Jepang nya semula tertegun, namun ia kemudian melanjutkan
makannya. Hal ini terulang lagi setiap kali orang Cina tersebut hendak
minum, ia mengucapkan "Gan bei!" (baca: kan pei)

Si orang Jepang ini hanya mengangguk, diam sebentar kemudian
melanjutkan makannya.

Tak lama kemudian orang Cina itu kembali meneriakkan "Gan bei!" sambil
mengangkat gelas. Kali ini orang Jepang itu meletakkan alat makannya
lalu berkata lantang kepada kawan Cina nya, "It's all right if you
CAN'T PAY! I will pay!"

-------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------

Di Taipei, ada seorang gagap yang masuk ke bar Aloha. Dia pun
langsung duduk di meja bartender, dan bertanya:

Gagap: Na...na...ping jiu duo...duo...shaoqian? (bir itu berapa duit?)
(sambil menunjuk bir di rak bartender)
Bartender: Zheping ma? (Yang ini?) (sambil memegang 1 botol)
Gagap: Dui! (benar!)
Bartender: 4000 kuai (4000 dolar)
Gagap: ni kai...kai...kai...(ceritanya si gagap belum selesai ngomong
lalu dipotong si bartender)
Bartender: hao, wo kai! (baik, saya buka!)
Gagap: kai...kai...wanxiao. (bercanda kamu)

Arti:
1. Ping: botol
2. Jiu: bir/arak
3. kai: buka
4. wan: main
5. xiao: tertawa
6. kaiwanxiao: bercanda

=====================================================================================
=====================================================================================

Ada 1 orang pebisnis garmen di ITC Mangga Dua, namanya Akiong. Dia
pergi ke Guangzhou mencari baju-baju baru.

Di Guangzhou, Akiong berdiri di 1 toko baju besar dan tertarik
membaca 5 huruf slogan Mandarin di depan toko itu. Tulisannya:
BAOZHENG BU TUISE (dijamin tidak luntur)

Dan Akiong pun membeli baju dari toko itu sebanyak 4 kontainer 20'
untuk dikirim ke Jakarta. Akiong pun menggunakan slogan itu di
tokonya juga di ITC Mangdu: DIJAMIN TIDAK LUNTUR

Satu minggu kemudian, pelanggan Akiong datang ke toko Akiong dan
marah-marah, "Gimana nih bos, katanya ga luntur. Kok ini ketumpahan
air putih dikit aja dah langsung luntur?"

Karena bertanggung jawab, Akiong pun datang lagi ke toko di Guangzhou
itu dan marah-marah juga ke toko Guangzhou. Akiong pun menunjuk
slogan toko di Guangzhou itu.

Dengan enteng, bos toko Guangzhou itu bilang, "Xiansheng, zai
Zhongguo women cong you wang zuo du: TUISE BU BAOZHENG".
Arti: Tuan, di China kita baca dari kanan ke kiri: LUNTUR TIDAK
DIJAMIN.

Arti:
1. Baozheng: Dijamin
2. Tuise: Luntur
3. You: Kanan
4. Zuo: Kiri

=====================================================================================
=====================================================================================

Ada 1 bule yang masuk restoran steak di Taipei. Waiter pun
menyodorkan menu dalam bahasa Mandarin ke bule ini. Bule ini ga bisa
baca. Lalu dia pun sembarang pilih harga yang lumayan murah: HUANGGUA
(ketimun)....S10

Tak lama kemudian datanglah sepiring acar. Otomatis bule pun ga bisa
cuma makan ketimun alias acar itu. Dia pun menengok2 sebelah mejanya
dan melihat seberang mejanya ada yang makan steak. Dia pun
berpikir, "Nah, gua mau makan itu saja!" Tapi dia ga tahu namanya
dalam Mandarin.

Saat dia masih berpikir, tiba2 orang di sebelah mejanya yang sedang
makan steak itu berteriak ke waiter, "Shuaige, zai yige!" (Cowok
ganteng, 1 lagi!).

Setengah menit kemudian, datanglah sepiring steak lagi ke meja yang
teriak tadi. Bule pun berpikir, "Oh namanya 'zai yige (1 lagi)'."

Lalu dia pun berteriak dengan pede ke waiter juga, "Shuaige, zai
yige!" Dan datanglah ketimun lagi.

hehehehe...

====================================================================================
====================================================================================

Penyu dan Naga

Ada seekor penyu kecil yang baru menetas di pantai. Dia pun segera
menerobos pasir dan tibalah dia di Laut China Selatan. Setelah
berenang di tengah laut, dia melihat sebuah makhluk aneh berwarna
putih berbentuk kotak di permukaan air laut. Sang penyu kecil pun
mendekati makhluk aneh itu dan bertanya, "Hai, ni shi shenme a?"
(arti: hai, kamu itu apa ya?)

Makhluk itu menjawab, "Wo shi long." (saya adalah naga). Setelah
kenalan, penyu kecil pun meninggalkan naga.

Seratus tahun kemudian, penyu kecil yang sekarang sudah berubah
menjadi besar tiba-tiba bertemu lagi dengan makhluk putih, teman
kecilnya dulu yang tidak berubah. Tapi, karena sudah lama tak
berjumpa, penyu pun lupa nama makhluk ini. Sang penyu pun mendekat
dan menyapa, "Hai, women yiqian haoxiang jianguomian. Ni shi shenme
a?" (Hai, sepertinya kita dulu pernah berjumpa. Kamu itu apa ya?)

Lagi-lagi makhluk putih ini menjawab, "Wo shi long."

Penyu pun berkata, "Qiguai. Yiqian wo xiao shishou ni jiu zheme da,
xianzai wo zhangda le ni haishi zheme da. Ni daodi shi shenme long
a?" (Heran. Dulu saya kecil kamu berbentuk begini, sekarang saya
sudah gede kamu juga masih berbentuk begini, tidak berubah. Kamu itu
sebenarnya naga apa ya?)

Makhluk itu menjawab, "Wo shi baolilong!" (saya adalah
styrofoam /gabus)

Di Mandarin, styrofoam adalah bao3li4long2 (naga yang selalu cantik).

-------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------

Alkisah ada seorang guru pramuka dari murid yang bernama Xiao Ming, menyuruh muridnya agar setiap hari melakukan sebuah kebajikan, setelah melakukannya kemudian melaporkan apa yang sudah diperbuat.
Suatu hari penuturan kebajikan Xiao Ming dan Xiao Mei adalah menuntun seorang nenek menyebrang jalan. Guru menanyakan bagaimana laporan kebajikan tersebut mereka lakukan.

Xiao Ming berkata "Saya yang menuntun nenek itu!"
Xiao Mei menimpali "Saya yang membantu Xiao Ming (menuntun)!"
Gurunya bertanya, "Menuntun seorang nenek, mengapa harus sampai dua orang?"

Keduanya langsung menjawab, "Sebab nenek itu bersikeras tidak mau menyebrang
jalan, dan lagi tenaganya sangat kuat, jadinya...."

=-=-=-=-=-=-=-=-=
ringkasan cerita: Kepolosan anak kecil yang ingin berbuat kebajikan, hingga seorang nenek yang tidak mau menyebrang jalan pun mereka paksa untuk
menyebrang jalan.. hehehehehehe

-------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------------------------------------------------------
Jaman dulu, ada 1 orang Hokkian dan Betawi yang tersesat di hutan rimba Tangerang. Keduanya merasa sangat haus mencari jalan keluar.Tiba-tiba mata mereka tertumbuk ke 1 kelapa yang tergolek di tanah. Terjadilah dialog ini:

Hokkian: Hei, ada ya! (note: dalam bahasa Hokkian, kelapa = ya)
Betawi: Bukan. Ini namanya kelapa!
Hokkian: Ini ya!
Betawi: Kelapa!

Mereka pun bertengkar dan sepakat siapa yang benar boleh minum isi kelapa itu. Mereka pun berjalan sambil menenteng kelapa dan akhirnya sore hari bertemu dengan perkampungan penduduk. Si Betawi pun bertanya ke penduduk Betawi 1:

Betawi: Bang, mau tanya. Ini namanya kelapa kan?
Betawi 1: Ya! (maksudnya Iya)
Hokkian: Tuh apa owe bilang. Ini namanya ya!

Tak puas, mereka pun bertemu lagi dengan Betawi 2.
Betawi: Bang, bang mau tanya. Ini namanya kelapa kan?
Betawi 1: Ya!
Betawi: ???!!!

Ket: Dalam Mandarin, kelapa = ye2zi. Dalam Hokkian adalah yaci,
disingkat ya.

-------------------------------------------------------------------------------------

versi Bule dan Bali:

Pada suatu hari, sepasang turis lokal pergi berlibur ke Bali. Di
sana mereka mengunjungi tempat-tempat wisata seperti, Ubud, Danau
Batur dan Tanah Lot. Setibanya di Tanah Lot, Pasangan itu
memperdebatkan sesuatu hal yang sepele.

Si suami berkata, "Menurut papan penunjuk arah di depan sana, tempat
ini namanya Tanah Rot." Namun si istri membantah, "Nggak, tempat ini
namanya Tanah Lot" "Tanah Rot!" kata si suami. "Nggak, Tanah Lot!"
bantah si istri lagi. "Tanah Rot!" "Tanah Lot!"

"Ya, udah, daripada kita ribut, nah ... tuh ada orang berpakaian
adat Bali, kita tanya aja orang itu. Aku yakin dia tahu banyak akan
tempat-tempat wisata di sini," kata si suami. Lantas ia bertanya
kepada bapak tua yang berpakaian adat Bali tersebut. Katanya, "Pak,
numpang tanya, yach ... tempat ini namanya Tanah Rot atau Tanah Lot?
sebab menurut papan penunjuk jalan itu, tempat ini namanya Tanah
Rot, sedangkan di peta katanya tempat ini bernama Tanah Lot."

"Namanya Tanah Rot", jawab si bapak tua. "Tanah Rot, Pak?" Kata si
suami seolah tidak percaya. "Ya, benar," jawabnya lagi. Lantas si
suami berkata kepada istrinya, "Tuh kan ... aku bilang juga apa.
Tanah Rot, ya, Tanah Rot!" "Jadi bukan Tanah Lot, khan, Pak?",
katanya kepada bapak tua tersebut. "Bukan!" "Wah, kalo begitu terima
kasih banyak ya, Pak," kata si suami. "KEMBARI...," jawab si Bapak
Tua sambil berlalu dari tempat itu.

Cerita tentang sepasang sahabat yang berasal dari suku di China:
Hakka (Khek) dan Melayu sebut saja yang Hakka bernama A Hong, dan
yang Melayu bernama Somat.
Suatu hari mereka pergi berburu. Dan pada tengah hari, si Ahong
melihat
seekor babi hutan (celeng) yang sedang makan. Sambil mengambil
posisi dia
mulai membidikkan senapannya. Somat yang melihat Ahong mulai beraksi,
bertanya :

Somat : Hong, ada apaan ?
Ahong : Sssttt.. Mosang... (hakka: Mo Sang = Jangan bersuara)

Somat pun mencoba mengintip ke arah ahong membidikkan senapan dan
melihat seekor babi hutan.
Somat : Itu sih celeng Hong, bukan Musang.
Ahong : MOSANG!
Somat : CELENG!

Karena keributan ini si celeng pun sadar dan kabur. Somat dan Ahong
pun
sama-sama tertawa menyadari kesalahan mereka masing masing.
Sore harinya mereka sampai di sebuah danau kecil, dan karena udara
yang panas, mereka pun memutuskan untuk mandi-mandi sebentar. Ahong
masuk terlebih dahulu, dan tiba tiba terdiam tidak bergerak.

Somat : Kenape Hong, kok diem kaya patung gitu ?
Ahong : Malu..
Somat : malu kenape, sama sama laki.
Ahong : Bukan.. Itu ada malu.. (sambil menunjuk ke atas)

Somat melihat ke atas dan melihat lebah-lebah madu sedang
beterbangan di
sekitar sarangnya yang diganggu elang.

Somat : OO.. Itu MADU, di kepak elang.
Ahong : PAK LANG ??? (Hakka: Pak Lang = Ratusan) haiyah.. Itu ada
BELIWU LIWU ah.. (maksudnya beribu-ribu).

=====================================================================================

Deng Xiaoping, seorang pria Taiwan yang sangat kaya tetapi tidak memiliki
kemampuan berbahasa Inggris tiba di airport New York. Setelah mengantri di imigrasi, saat mencap paspor, petugas menanyakan beberapa pertanyaan untuk mengetahui kunjungannya ke USA.

Pertanyaan pertama imigrasi: "Apa nama terakhir dari Presiden Pertama kami?"

Karena tidak mengerti bahasa Inggris dengan baik, dia menduga bahwa petugas
menanyakan nama keluarganya (surname). Lalu dia menjawab: "Wo xing Deng (dibaca:
wo sing Teng)." Dalam Mandarin berarti: "Marga saya Deng"). Fyi, dalam budaya
Chinese, orang Chinese selalu memperkenalkan marganya dulu saat kenalan pertama
kali.

Petugas mendengar "Washington!" (sama bunyinya) lalu dia melanjutkan ke
pertanyaan ke-2: "Untuk apa kamu mau pergi ke US?"

Pikirnya, secara logis tentu sekarang dia menanyakan nama saya. Lalu dia
menjawab: "Xiaoping."

Petugas mendengar : "Shopping!"

Pertanyaan ke-3: "Kendaraan apa yang kamu kendarain di Taiwan?"

Turis itu berpikir, dia ditanyakan statusnya di Taiwan, dan menjawab dalam
bahasa Hokkien: "Bo bo.¡± (dalam Hokkien berarti: "Belum beristri").

Dan petugas mendengar: "Volvo!" lalu dia tersenyum dengan hormat dan bertanya
lagi.

Pertanyaan ke-4: "Siapa penyanyi pop yang paling terkenal di USA?¡±

Saat ini lelaki Taiwan sudah mulai tidak sabar dan mulai berkata dengan keras
dalam bahasa Hokkien: "Mai Ko Cai Seng." (arti: "Jangan main-main lagi dengan
saya").

Petugas mendengar: "Michael Jackson!"

Kagum akan pengetahuan si turis, petugas mencap paspornya.

Tuesday, July 15, 2014

SEKILAH SEJARAH MARGA TIONGHOA DI INDONESIA





Marga Tionghoa merupakan marga yang digunakan orang Tionghoa. Marga (Hanzi: 姓氏, hanyu pinyin: xingshi) biasanya berupa satu karakter Han (Hanzi) yang diletakkan di depan nama seseorang. Ada pula marga yang terdiri dari 2 atau bahkan 3 sampai 9 karakter marga seperti ini disebut marga ganda (Hanzi: 復姓, hanyu pinyin: fuxing). Marga Tionghoa juga diadopsi oleh suku-suku minoritas yang sekarang tergabung dalam entitas Tionghoa. Marga dalam suku-suku minoritas ini biasanya berupa penerjemahan pelafalan dari bahasa suku-suku minoritas tadi ke dalam Hanzi. Penggunaan marga di dalam kebudayaan Tionghoa telah mempunyai sejarah selama 5.000 tahun lebih.
Evolusi nama Tionghoa
Di zaman dahulu, menurut catatan literatur kuno ada peraturan bahwa nama seorang anak biasanya baru akan ditetapkan 3 bulan setelah kelahirannya. Namun pada praktiknya, banyak yang memberikan nama sebulan setelah kelahiran sang anak, bahkan ada yang baru diberikan setahun setelahnya. Juga ada yang telah menetapkan nama terlebih dahulu sebelum kelahiran sang anak.
Di zaman Dinasti Shang, orang-orang masih menggunakan nama dengan 1 karakter. Ini dikarenakan mereka belum mengenal marga dan juga karena jumlah penduduk yang tidak banyak.
Sebelum zaman Dinasti Han, biasanya nama Tionghoa hanya terdiri dari 2 karakter yang terdiri dari 1 karakter marga dan 1 karakter nama. Namun setelah Dinasti Han, orang-orang mulai memiliki sebuah nama lengkap yang terdiri dari 3 karakter (1 karakter marga dan 2 karakter nama pribadi yang terdiri dari 1 karakter nama generasi dan 1 karakter nama diri) selain daripada nama resmi mereka yang 2 karakter itu.
Di zaman Dinasti Jin, orang-orang baru memakai nama dengan 3 karakter seperti yang kita kenal sekarang. Nama menjadi sebuah hal yang penting bagi seseorang dipengaruhi oleh pemikiran Konfusius tentang pentingnya penamaan bagi penonjolan karakter seseorang.
Pada kasus-kasus yang sangat langka, seseorang dapat memiliki nama dengan lebih dari tiga karakter :
1. Dua karakter marga (seperti Sima, Zhuge), satu karakter generasi, dan satu karakter nama diri. Contoh: Sima Xiangru
2. Satu karakter marga dan tiga karakter nama. Contoh: Hong Tianguifu (anak dari Hong Xiuquan)
3. Nama marga suku minoritas yang mengadopsi nama Tionghoa. Contoh: suku Manchu yang menguasai dinasti Qing menggunakan marga Aisin Gioro; kaisar dinasti Qing terakhir bernama Aisin Gioro Puyi (enam karakter)
Tingkatan marga
Di zaman dulu, marga-marga tertentu mempunyai tingkatan lebih tinggi daripada marga-marga lainnya. Pandangan ini terutama muncul dan memasyarakat pada zaman Dinasti Jin dan sesudahnya. Pengelompokan tingkatan marga ini terutama juga dikarenakan oleh sistem feodalisme yang mengakar zaman dulu di China. Ini dapat dilihat di zaman Dinasti Song misalnya, Bai Jia Xing yang dilafalkan pada masa tersebut menempatkan marga Zhao yang merupakan marga kaisar menjadi marga pertama.
Di masa sekarang tidak ada pengelompokan tingkatan marga lagi di dalam kemargaan Tionghoa. Bila beberapa marga didaftarkan maka biasanya diadakan pengurutan sesuai dengan jumlah goresan karakter marga tersebut.
Munculnya berbagai macam marga antara lain karena :
1. Menggunakan lambang2 suku2 kuno, misalnya Ma (kuda), Long (naga), Shan (gunung), Yun (awan)
2. Menggunakan nama negara, misalnya: Qi, Lu, Wei, Song
3. Menggunakan daerah kekuasaan, misalnya: Zhao, yang mendapatkan daerah kekuasaan di kota Zhao.
4. Menggunakan gelar jabatan, misalnya: Sima (menteri Perang), Situ (menteri tanah dan rakyat), Sikong (menteri Pu)
5. Menggunakan nama pekerjaan, misalnya: Tao (keramik), Wu (dukun/tabib)
6. Menggunakan tanda dari tempat tinggal, misalnya: Ximen (gerbang barat), Liu (pohon yangliu), Chi (kolam)
Nama Tionghoa di Indonesia
Marga Tionghoa di Indonesia terutama ditemukan di kalangan suku Tionghoa Indonesia. Suku Tionghoa Indonesia walau telah berganti nama Indonesia, namun masih banyak yang tetap mempertahankan marga dan nama Tionghoa mereka yang masih digunakan di acara-acara tidak resmi atau yang bersifat kekeluargaan.
Diperkirakan ada sekitar 300-an marga Tionghoa di Indonesia, data di PSMTI (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia) mencatat ada sekitar 160 marga Tionghoa di Jakarta. Di Singapura sendiri ada sekitar 320 marga Tionghoa. Atas dasar ini, karena daerah asal suku Tionghoa di Indonesia relatif dekat dengan Singapura maka dapat diambil kesimpulan kasar bahwa jumlah marga Tionghoa di Indonesia melebihi 320 marga.
Marga Tionghoa di Indonesia mayoritas dilafalkan dalam dialek Hokkian (Minnan). Hal ini tidak mengherankan karena mayoritas keturunan Tionghoa Indonesia adalah berasal dari Provinsi Fujian (Provinsi Hokkian).
Marga yang lazim di kalangan Tionghoa Indonesia misalnya :
Cia/Tjia (Hanzi: , hanyu pinyin: xie)
Gouw/Goh (Hanzi:
, hanyu pinyin: wu)
Kang/Kong (Hanzi:
, hanyu pinyin: jiang)
Lauw/Lau (Hanzi:
, hanyu pinyin: liu)
Lee/Lie (Hanzi:
, hanyu pinyin: li)
Oey/Ng/Oei (Hanzi:
, hanyu pinyin: huang)
Ong (Hanzi:
, hanyu pinyin: wang)
Tan (Hanzi: , hanyu pinyin: chen)
Tio/Thio/Theo/Teo (Hanzi:
, hanyu pinyin: zhang)
Lim (Hanzi:
, hanyu pinyin: lin)
Masih banyak lagi marga-marga lain yang dapat ditemui. Sebagai info, pengguna marga tionghoa terbanyak di dunia adalah marga Li [], lalu diikuti marga Wang [] di tempat kedua dan marga Zhang [] di tempat ketiga. Salah satu fenomena umum di Indonesia adalah karena marga dilafalkan dalam dialek Hokkian, sehingga tidak ada satu standar penulisan (romanisasi) yang tepat. Hal ini juga menyebabkan banyak marga-marga yang sama pelafalannya dalam dialek Hokkian kadang-kadang dianggap merupakan marga yang sama padahal sesungguhnya tidak demikian.
Tio selain merujuk kepada marga Zhang () dalam Mandarin, juga merupakan dialek Hokkian dari marga Zhao ()
Ang selain merujuk kepada marga Hong (
) dalam Mandarin, juga merupakan dialek Hokkian dari marga Weng ()
Suku Tionghoa Indonesia sebelum zaman Orde Baru rata-rata masih memiliki nama Tionghoa dengan 3 karakter. Walaupun seseorang Tionghoa di Indonesia tidak mengenal karakter Han, namun biasanya nama Tionghoa di Indonesia tetap diberikan dengan cara romanisasi. Karena mayoritas orang Tionghoa di Indonesia adalah pendatang dari Hokkian, maka nama-nama Tionghoa berdialek Hokkian lebih lazim daripada dialek-dialek lainnya.
Daftar Nama Tionghoa Yang di Indonesiakan
Tabel dibawah berdasarkan penulisan pinyin. Karakter yang menggunakan koma berarti ada lebih dari satu macam karakter untuk pinyin yang sama. Karakter dengan tanda garis miring berarti di sebelah kiri adalah Hanzi tradisional, dan di sebelah kanan Hanzi sederhana.
  
Nama Tionghoa
   Ejaan Latin Hokkian
Peng-Indonesiaan
欧阳/歐陽 (Oūyáng)
Auwjong
Ojong
(Ān)
An
Anadra, Andy, Anita, Ananta
(Cài)
Tjoa
Cahyo, Cahyadi
, (Chéng)
Seng
Sengani
(Chen)
Tan, Tjhin
Tanto, Tanoto, Tanu, Tanutama, Tanusaputra, Tanudisastro, Tandiono, Tanujaya, Tanzil/Tansil, Tanasal, Tanadi, Tanusudibyo, Tanamal, Tandy, Tantra, Intan
(Deng)

Tenggara, Tengger, Ateng
(Xú)
Djie, Tjhie, Chi (Hakka), Chee, Swee, Shui (Teochew, Hokkien), Tsui (Cantonese)
Dharmadjie, Christiadjie
(Hú)
Aw, Auw (Teochew, Hokkien), Wu (Cantonese)

(Guo)
Kwee, Kwik
Kartawiharja, Kusuma/Kusumo, Kumala
(Han)
Han
Handjojo, Handaya, Handoyo, Handojo, Hantoro
(Hong)
Ang
Anggawarsito, Anggakusuma, Angela, Angkiat, Anggoro, Anggodo, Angkasa, Angsana
Showing 1 to 11 of 33 entries
Geser untuk pindah
Di zaman Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, warga negara Indonesia keturunan Tionghoa dianjurkan untuk mengindonesiakan nama Tionghoa mereka dalam arti mengambil sebuah nama Indonesia secara resmi. Misalnya Liem Sioe Liong diubah menjadi Soedono Salim. Walaupun demikian, di dalam acara kekeluargaan, nama Tionghoa masih sering digunakan, sedangkan nama Indonesia digunakan untuk keperluan surat-menyurat resmi.Namun sebenarnya, ini tidak diharuskan karena tidak pernah ditetapkan sebagai undang-undang dan peraturan yang mengikat. Hanya tarik-menarik antara pendukung teori asimilasi dan teori integrasi wajar di kalangan Tionghoa sendiri yang menjadikan anjuran ini dipolitisir sedemikian rupa.
Anjuran ganti nama tersebut muncul karena ketegangan hubungan Republik Rakyat China dengan Indonesia setelah peristiwa G30S. Tahun 1966, Ketua Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa (LPKB), Kristoforus Sindhunata menyerukan penggantian nama orang-orang Tionghoa demi pembangunan karakter dan nasionalisme bangsa.Seruan ini mendapat kecaman dari kalangan orang Tionghoa sendiri dan cemoohan dari kalangan anti Tionghoa. Yap Thiam Hien secara terbuka menyatakan bahwa nama tidak dapat menjadi ukuran nasionalisme seseorang dan ini juga yang menyebabkan nasionalis terkemuka Indonesia itu tidak mengubah namanya sampai akhir hayatnya.
Cemoohan datang dari Organisasi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) yang pada waktu itu mengumandangkan nada-nada anti Tionghoa yang menyatakan bahwa ganti nama tidak akan mengganti otak orang Tionghoa serta menyerukan pemulangan seluruh orang Tionghoa berkewarganegaraan RRC (Republik Rakyat China) di Indonesia ke negara leluhurnya. Ganti nama ini memang merupakan satu kontroversi karena tidak ada kaitan antara pembangunan karakter dan nasionalisme bangsa dengan nama seseorang, juga karena tidak ada sebuah nama yang merupakan nama Indonesia asli.
See more at: http://www.tionghoa.info

PANGGILAN HORMAT DALAM KELUARGA TIONGHOA INDONESIA





Di zaman modern sekarang, ciri-ciri keTionghoa-an orang Indonesia sudah mulai memudar. Padahal, semenjak era Gusdur (2000), suku etnis Tionghoa sudah dibebaskan untuk mengembangkan segala macam bentuk kebudayaan seluas-luasnya, seperti perayaan keagamaan, kesenian (barongsai, alat musik, tarian), sampai pada bahasa dan tulisan. Yang tersisa sekarang, paling hanya dari ciri fisik, seperti mata yang sipit, berkulit putih (mudah dikenali) serta sedikit kebiasaan Tionghoa, seperti masih digunakannya istilah-istilah Kinship. Jadi, dalam kehidupan sehari-hari, meski sudah tidak fasih berbahasa Tionghoa, terutama bagi anak cucu yang sudah lahir dan besar di Indonesia, namun masih menggunakan sebutan-sebutan seperti kungkung, asuk, ncek, apak, ncim dan sebagainya dalam kesehariannya.
Sayangnya, sekarang sebutan kinship ini pun sudah mulai ditinggalkan karena sudah dianggap kuno atau ketinggalan jaman. Rasanya lebih cocok/nyaman dengan sebutan opa, oma, om, tante, papi, mami, dan sebagainya. Padahal, sebutan-sebutan kinship inilah yang membedakan/menandakan seseorang itu orang/keturunan etnis Tionghoa atau tidak (sebutan khas). Maka dari itu, saya berkeinginan untuk membuat/meluruskan daftar sebutan kekerabatan (kinship) dalam dialek bahasa Tionghoa, terutama dialek yang banyak/sering dipakai oleh orang-orang Tionghoa di Indonesia (Hokkian, Tiociu, Hakka, Konghu). Tujuannya adalah untuk membantu mereka yang ingin tetap menggunakan sebutan kinship Tionghoa. Jika ada rekan-rekan pembaca yang ingin membantu dalam menyusun daftar panggilan dalam dialek yang lain, bisa menghubungi saya. Berikut ini daftar bentuk panggilan kinship dalam dialek Hokkian.
Daftar sebutan panggilan kekerabatan dalam dialek Hokkian (Padanan dalam Bahasa Indonesia)


Dipanggil oleh 8P :
1. [Lao Pe 老父], Pa Pa (爸爸), A Pa (阿爸), A Tia (阿爹) = Ayah
2. [Lao Bu 老母], Ma Ma (媽媽), A Bu (阿母), A Nia (阿娘) = Ibu
1 dan 2 [Pe Bu 父母] = Orang tua
3. Chin Ke/Qing Jia (親家) = Besan Lelaki
4. Chin Ma/Qing Mu (親姆) = Besan Perempuan
5. Tua Hnia/Ta Siung (大兄), A Hnia/A Siung (阿兄), Tua Ko (大哥), Ko Ko (哥哥) =Abang/kakak
6. Tua So/Ta Sao (大嫂), A So (阿嫂) = Kakak Ipar
7. Ang (), Ang Sa/WengXu (翁婿) = Suami
8. Gua Ka Ki/Wo Ze Ji (我自己) = Saya
9. Be Sai/Mei Xu (妹婿) = Adik Ipar
10. Sio Be/Xiao Mei (小妹) = Adik Perempuan
11. Sio Ti (小弟) =Adik Lelaki
12. Kim A (妗仔) = Adik Ipar
Dipanggil Oleh 11L :
1. [Lao Pe 老父], Pa Pa (爸爸), A Pa (阿爸), A Tia (阿爹) = Ayah
2. [Lao Bu 老母], Ma Ma (媽媽), A Bu (阿母), A Nia (阿娘) = Ibu
1 dan 2 [Pe Bu 父母] = Orang tua
3. Tniu Lang/Zhang Ren (丈人) = Mertua Lelaki
4. Tniu M/Zhang Mu (丈姆) = Mertua Perempuan
5. Tua Hnia/Ta Xiung (大兄), A Hnia/A Xiung (阿兄), Tua Ko (大哥), Ko Ko (哥哥) = Abang
6. Tua So/Ta Sao (大嫂), A So (阿嫂) = Kakak Ipar
7. Ci Hu/Ci Fu (姐夫) = Kakak Ipar
8. Tua Ci/Ta Cie (大姐), A Ci (阿姐), Ci Ci (姐姐) = Kakak Perempuan
9. Ci Hu/Ci Fu (姐夫) = Kakak Ipar
10. A Ci (阿姐), Ci Ci (姐姐), Ji Ci (二姐) = Kakak Perempuan
11. Gua Ka Ki/Wo Ze Ji (我自己) = Saya
12. Bou () = Istri
19. Hao Sni/Xiao Sheng (孝生) = Anak Lelaki, Tua Han Knia/Ta Han Nian (大漢囝) = Anak Sulung
20. Sim Pu (新婦) = Menantu Perempuan
21. Knia Sai/Jian Xu (漢婿) = Menantu Lelaki
22. Ca Bou Knia/Cha Mou Nian (查某囝) = Anak Perempuan
19 dan 22. Gin Na/Nan Zi (囝仔), Na () = Anak
Dipanggil oleh 12P :
1. [Ta Knua 大官/唐官] = (Mertua Lelaki)
2. [Ta Ke 大家/唐家] = (Mertua Perempuan)
3. [Lao Pe 老父], Pa Pa (爸爸), A Pa (阿爸), A Tia (阿爹) = Ayah
4. [Lao Bu 老母], Ma Ma (媽媽), A Bu (阿母), A Nia (阿娘) = Ibu
3 dan 4 [Pe Bu 父母] = Orang tua
11. Ang (), Ang Sai/Weng Xui (翁婿) = Suami
12. Gua Ka Ki/Wo Ze Ji (我自己) = Saya
19. Hao Sni/Xiao Sheng (孝生) = Anak Lelaki, Tua Han Knia/Ta Han Nian (大漢囝) = Anak Sulung
20. Sim Pu (新婦) = Menantu Perempuan
21. Knia Sai/Jian Xu (漢婿) = Menantu Lelaki
22. Ca Bou Knia/Cha Mou Nian (查某囝) = Anak Perempuan
19 dan 22. Gin Na/Nan Zi (囝仔), Na () = Anak
Dipanggil oleh 19L :
1L A Kong (阿公), An Kong (安公) = Kakek
2P A Ma 阿媽, An Ma (安媽) = Nenek
3L Gua Kong/Wai Gong (外公) = Kakek
3P Gua Ma/Wai An (外安) = Nenek
5L A Pek (阿伯), Tua Pek (大伯) = Paman, Pakde
6P A M (阿姆), Tua M (大姆) = Bibi, Bude
7L Ko Tiu/Gu Zhang (姑丈) = Paman, Pakde
8P A Kou/A Ku (阿姑), Tua Kou (大姑) = Bibi, Bude
9L Kou Tiu/Gu Zhang (姑丈) = Paman, Pakde
10P A Ko/A Ku (阿姑) = Bibi, Bude
11L [Lao Pe 老父], Pa Pa (爸爸), A Pa (阿爸), A Tia (阿爹) = Ayah
12P [Lao Bu 老母], Ma Ma (媽媽), A Bu (阿母), A Nia (阿娘) = Ibu
13L A Ku (阿舅), Tua Ku (大舅) = Paman
14P A Kim (阿妗), Tua Kim (大妗) = Bibi
15L Yi Tiu (姨丈) = Paman
16P A Yi (阿姨), Yi Yi (姨姨) = Bibi
17L A Ku (阿舅) = Paman
18P A Kim (阿妗) = Bibi
Sedikit info mengenai Dialek Hokkian (Min Fang Yan) :
Digunakan di Fu Jian, Taiwan, Hai Nan, timur Guang Dong dan banyak orang China di Asia Tenggara. Dialek ini adalah dialek yang punya perbedaan besar antara logat-logatnya. Dibagi atas logat Min Utara (Min Bei), logat Min Timur (Min Dong) diwakili oleh logat Hokkian, logat Pu Hsian, logat Min Tengah (Min Chung) dan logat Min Selatan (Min Nan) diwakili oleh logat Xia Men. Masih ada argumentasi antara yang menganggap dialek Min adalah suatu bahasa yang sama sekali tak ada hubungannya dengan bahasa Han dan yang menganggap dialek Min adalah satu dialek dalam bahasa Han. Para pendukung pro-kemerdekaan Taiwan terutama ingin membuktikan bahwa dialek ini merupakan bahasa tersendiri karena ingin menghapuskan ciri2 ke-tiongkok-an pada mereka. Pemerintah Kuomintang sebelum tahun 1980-an melarang penggunaan dialek Min (Taiwanese) dan Hakka selain daripada dialek Utara yang dianggap sebagai Guo Yu (bahasa nasional). Ini menyebabkan ekses2 negatif yang menjadikan banyak orang Taiwan merasa dialek Utara sama dengan bahasanya orang Mainland Chinese yang sama dengan penindasan. Namun saat ini, dialek Min, dialek Hakka adalah setingkat dengan dialek Utara (Mandarin) dalam penggunaannya di Taiwan. Taiwan Selatan banyak menggunakan dialek Min (Taiwanese) dalam kehidupan sehari-harinya dan Taiwan Utara mayoritas menggunakan dialek Utara (Mandarin). (Rinto Jiang)
Bahasa Hokkian, (普通话 :福建话) atau dalam dialek Minnan Hokkian bue, adalah bahasa yang digunakan di daerah provinsi Fujian bagian selatan atau Min Selatan. Dalam bahasa China Official (闽南话) Min Nan Hua atau dalam bahasa Minnan sendiri Banlam bue. Penggunaan bahasa Minnan tersebar di beberapa kota seperti Xiamen, Zhangzhou, Quanzhou, dan sebagainya masing-masing juga ada beberapa perbedaan. Provinsi Fujian ato Hokkian terbagi menjadi tiga, yaitu Min Bei atau Min Utara, Minnan atau Min Selatan, dan Min Dong atau Min Timur. Berhubung leluhur kita kebanyakan berasal dari kota dekat laut seperti Xiamen, Quanzhou, Zhangzhou, Nan An, jadi kita lebih sering menggunakan bahasa Minnan atau Min Selatan. Nah dalam bahasa Minnan sendiri, dialek di tiap kota tersebut di atas pun berbeda-beda. (Kisko Poluan)
Sumber Referensi :
Dengan pengeditan dan penambahan huruf letter.
NB: Ejaan berdasarkan bahasa Hokkian, namun untuk beberapa ejaan/letter karena kurang familiar ditelinga, maka ditambahkan ejaan pendamping (berwarna merah) dalam bahasa Mandarin.
See more at: http://www.tionghoa.info